SIMALUNGUN(DATASATU.ID)-Praktik dugaan pungutan liar kembali mencoreng dunia pendidikan. Kali ini, Kepala Sekolah SMA Negeri 1 Siantar, Lord Silalahi, diduga memungut uang sebesar Rp 100 ribu per siswa untuk pembangunan gapura sekolah. Kebijakan tersebut membuat para orang tua siswa merasa tertekan, bahkan menyebutnya sebagai pemaksaan terselubung.
Seorang orang tua siswa yang tidak ingin disebutkan identitasnya mengungkapkan keluh kesahnya.
“Kami dipungut Rp 100 ribu untuk pembangunan gapura sekolah. Tidak ada penjelasan rinci dan kami merasa seperti dipaksa. Kalau tidak bayar, anak kami bisa saja dipermalukan di sekolah,”. Ucapnya dengan nada kecewa.
Ketika dikonfirmasi, Kepala SMA Negeri 1 Siantar, Lord Silalahi, tidak menyangkal adanya pungutan tersebut. Ia beralasan bahwa kutipan ini telah disepakati oleh komite sekolah dan orang tua siswa.
“Kutipan ini dilakukan atas dasar kesepakatan bersama dengan komite dan orang tua siswa,”.Ujarnya dengan santai.
Namun, pernyataan ini dibantah oleh sejumlah orang tua siswa yang menegaskan bahwa tidak pernah ada musyawarah ataupun kesepakatan. Mereka merasa kebijakan ini dipaksakan tanpa memberikan opsi lain.
Direktur BOPPAN Pusat, Tuandi Sianipar, dengan tegas mengecam praktik pungutan tersebut. Menurutnya, pungutan seperti ini bertentangan dengan aturan yang ada.
“Tidak ada dasar hukum yang membenarkan sekolah negeri melakukan pungutan wajib seperti ini. Apalagi, pungutan ini bersifat memaksa dan membebani orang tua siswa. Jika benar ada unsur pemaksaan, maka ini adalah bentuk pelanggaran serius,”.Jelasnya.
Berdasarkan **Permendikbud Nomor 75 Tahun 2016 tentang Komite Sekolah**, sumbangan dari orang tua siswa hanya boleh dilakukan secara sukarela tanpa paksaan. Selain itu, pungutan wajib di sekolah yang menerima dana BOS (Bantuan Operasional Sekolah) dilarang keras.
Dampak dari kebijakan ini tidak hanya dirasakan oleh para orang tua, tetapi juga siswa yang tertekan secara psikologis. Salah seorang ibu mengaku anaknya takut ke sekolah karena belum membayar pungutan tersebut.
“Anak saya jadi takut ke sekolah. Dia bilang malu kalau belum bayar. Ini bukan lagi membantu pendidikan, tapi justru merusaknya,”.Ujarnya dengan air mata menetes.
**Kasi SMA: Akan Ditindaklanjuti**
Saat dihubungi melalui pesan WhatsApp, Kasi SMA Rudi memberikan tanggapan singkat. *“Nanti kami cek dulu,”* katanya tanpa memberikan penjelasan lebih rinci.
Namun, hingga berita ini diterbitkan, belum ada tindakan nyata dari pihak berwenang. Orang tua siswa meminta agar Dinas Pendidikan Provinsi Sumatera Utara Wilayah VI Siantar Simalungun segera turun tangan untuk mengatasi masalah ini.
Mengacu pada **Pasal 11 Permendikbud Nomor 75 Tahun 2016**, sekolah negeri dilarang melakukan pungutan wajib kepada orang tua siswa. Segala bentuk sumbangan harus dilakukan secara sukarela dan transparan, tanpa ada paksaan atau ancaman dalam bentuk apa pun.
Para orang tua siswa kini menuntut keadilan dan berharap pemerintah segera bertindak tegas. Mereka tidak ingin masalah ini berlalu begitu saja tanpa penyelesaian.
“Kami hanya ingin anak-anak kami bisa bersekolah dengan tenang, tanpa merasa terbebani. Pendidikan seharusnya menjadi hak, bukan ladang pungutan,”.Tutup salah satu orang tua dengan penuh harapan.
(Team)
Discussion about this post